Monday 21 May 2012

Rajab dan Keutamaannya

Hari ini, tanggal 22 Mei 2012, Ummat Islam memasuki Bulan Rajab. Sebagai salah satu bulan diantara 12 bulan di dalam kalender Qomariyah (Hijriyah), maka seringkali Ummat Islam mentafsirkan dengan berbagai macam dalih terkait keutamaan bulan Rajab. Pada kesempatan ini mari kita coba telaah lebih dalam lagi semata untuk menambah tsaqafah kita dan sekaligus menjadikan kita bijak dalam menyikapi ikhtilaf (perbedaan) perihal amalan yang mengiringi bulan Rajab.

Terdapat sebuah riwayat yang derajatnya shahih sebagai berikut.

عَنْ أَبِي بَكْرَةَ نُفَيْعِ بْنِ اْلحَارِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ  كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ - متفق عليه

Dari Dari Abu Bakrah Nufai' bin Harits ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya pada saat Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Diantaranya terdapat empat bulan suci. Tiga bulan berurutan, (yaitu) dzulqa'dah, dzulhijjah dan muharram. Sedangkan satu lagi adalah Rajab mudhar, yang terletak antara jumadi (jumadil tsani) dengan sya'ban.” (Muttafaqun Alaih)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits tersebut. 

Bulan Rajab merupakan salah satu diantara bulan-bulan haram (muharram), yaitu bulan-bulan yang dimuliakan Allah SWT atau disebut pula sebagai bulan-bulan yang disucikan. Hadits di atas secara eksplisit dan lugas menggambarkan bahwa terdapat empat bulan haram dalam kalender Hijriyah, dimana tiga bulan diantaranya adalah bulan-bulan yang berurutan yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram, ditambah satu bulan yang terpisah dari ketiganya, yaitu bulan Rajab. Hadits di atas sekaligus menguatkan makna firman Allah SWT berikut :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah : 36)

Dalam riwayat tersebut diatas tidak dijelaskan secara lebih mendalam mengenai makna dari kekhususan bulan-bulan haram tersebut. Hanya saja terdapat keterangan yang menggambarkan bahwa dahulu orang-orang di zaman jahiliyah seringkali mengabaikan bulan-bulan haram tersebut dengan melakukan peperangan padahal seharusnya mereka tidak boleh melakukannya di bulan-bulan tersebut. Lalu mereka menjadikan bulan-bulan berikutnya menjadi bulan-bulan haram, sebagai pengganti bulan haram yang mereka berperang di dalamnya.

Dalam sebuah kitab dijelaskan, “Pada masa jahiliyah, jika mereka ingin berperang di bulan suci, mereka tetap saja berperang di bulan tesebut, lalu menjadikan bulan sesudahnya sebagai bulan suci. Misalnya, mereka ingin perang dibulan Rajab, maka mereka melakukan perang di bulan itu tanpa mengindahkan kesucian bulan Rajab, lalu menggantinya dengan bulan Sya'ban. Islam tidak membenarkan tindakan semacam ini dan sekaligus menegaskan bahwa ada empat bulan haram yang disucikan.” (Nuzhatul Muttaqin, Juz 1 hal 186)

Dalam bulan-bulan haram (yang dimuliakan) tersebut, secara implisit terdapat anjuran untuk memperbanyak amal shaleh: Diantara isyarat tersebut, datang dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang dalam riwayat Mujibah Al-Bahiliyah dimana beliau menceritakan dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada ayahnya (Al-Bahily) “Puasalah di bulan yang penuh dengan kesabaran (ramadhan) dan satu hari setiap bulan.” Ia berkata, “Tambahkanlah buat saya, karena saya benar-benar kuat.” Beliau bersabda, “Puasalah dua hari setiap bulan”. Ia berkata, “Tambahkanlah buat saya, karena saya benar-benar kuat.” Beliau bersabda, “Puasalah tiga hari setiap bulan.” Ia berkata, “Tambahkanlah buat saya.” Beliau bersabda, “Puasalah di bulan-bulan yang disucikan (bulan-bulan haram) : tiga hari puasa (sambil merapatkan tiga jari beliau) dan tiga hari berbuka (sambil melepaskan tiga jari yang dirapatkan)”. (HR. Abu Daud)

Dalam riwayat tersebut, menurut sebagian ulama, tergambarkan tentang adanya anjuran melaksanakan puasa sunnah secara umum dan tidak menunjukkan adanya anjuran untuk melaksanakan puasa sunnah secara khusus di bulan Rajab. Karena dilihat dari teks haditsnya, gambaran yang diberikan Rasulullah SAW kepada Al-Bahily adalah anjuran untuk melaksanakan puasa secara umum tanpa adanya pengkhususan untuk berpuasa di bulan Rajab. Namun sebagian ulama lainnya menganggap bahwa ungkapan Rasulullah SAW dalam hadits di atas merupakan satu anjuran untuk melaksanakan puasa sunnah secara khusus di bulan-bulan haram, termasuk di bulan Rajab. Dalam riwayat lainnya disebutkan :
 
عَنْ عُثْمَانِ بْنِ حَكِيمٍ اْلأَنْصَارِيُّ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ - رواه مسلم

“Dari Utsman bin Hakim Al Anshari ra, aku bertanya kepada Sa'id bin Jubair tentang puasa Rajab, sedangkan kami ketika itu berada di bulan Rajab. Beliau (Sa'id bin Jubair ra) berkata, aku mendengar Ibnu Abbas ra berkata, bahwa Rasulullah SAW itu berpuasa sehingga seolah-oleh beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau selalu senantiasa berbuka sehingga seolah-olah tidak berpuasa.” (HR. Muslim)

Memang terdapat beberapa riwayat yang menggambarkan adanya anjuran untuk melakukan puasa sunnah di hari-hari tertentu di bulan Rajab, dengan penggambaran memiliki fadhilah yang sangat besar, namun pada umumnya riwayat-riwayat tersebut memiliki sanad yang sangat dha'if (lemah) bahkan maudhu' (palsu).

Karenanya, bilamana kita hendak melaksanakan puasa sunnah di bulan Rajab, maka berpuasalah sebagaimana puasa di bulan-bulan lainnya, seperti pada hari senin & kamis atau berpuasa pada ayyamul bidh (tanggal 13, 14 & 15 Rajab). Karena bagaimanapun juga, berpuasa sunnah memiliki keutamaan tersendiri, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah SAW dalam hadtis Al-Bahily bahkan terdapat adanya anjuran melaksanakan puasa sunnah di bulan-bulan haram.

Terkait dengan do’a, terdapat doa yang secara umum dilafadzhkan ketika memasuki bulan Rajab, seperti doa berikut :

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Ya Allah, berikanlah kami keberkahan di bulan Rajab dan Sya'ban serta sampaikanlah (usia kami), hingga bulan ramadhan.

Bilamana dikaji dari riwayatnya, hadits ini merupakan hadits dha'if yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar. Karena diantara perawinya terdapat Za'idah bin Abi Ar-Riqad. Sedangkan ia dikatakan oleh Imam Bukhari sebagai perawi yang munkar. Jamaah ahli hadits juga menjahalkannya, artinya bahwa, Zaidah bin Abi Ar-Riqad ini majhul (tidak diketahui eksistensinya apalagi kualitasnya), hal ini dijelaskan oleh Imam Al-Haitsami dalam kitab Majma' Zawa'id.

Oleh karena itulah sebagian kalangan tidak mau mengamalkan hadits ini, dikarenakan ke-dha’if-an riwayat hadits tersebut. Namun sebagian lainnya masih mengamalkan, dengan argumen bahwa riwayat tersebut hanya doa, dan doa (khususnya yang tidak terkait langsung dengan ibadah) merupakan hal yang dianjurkan, terlebih-lebih manakala isi dari doa tersebut hanya meminta kebaikan dan keberkahan di bulan Rajab dan sya'ban, serta agar disampaikan usia kita ke bulan Ramadhan.

Hematnya, bilamana doa ini dilafalkan hanya untuk meminta kepada Allah SWT kebaikan hidup di bulan Rajab dan Sya'ban, serta agar Allah SWT menyampaikan usia kita hingga ke bulan Ramadhan, maka itu boleh saja. Karena kandungan doa tersebut adalah baik. Yang tidak boleh adalah, adanya keyakinan bahwa membaca lafadz doa ini sebagai sebuah kewajiban yang harus dibaca pada ketika menyambut bulan Rajab.

Semoga penjelasan diatas dapat memenuhi keingintahuan kita terkait identitas Bulan Rajab dan kedudukannya di dalam sistem kalender Islam. Semoga kita dapat mengisi setiap detik waktu kita dengan amal shalih dengan Ibadah yang Shahih didasarkan pada Aqidah yang lurus diiringi dengan kokohnya akhlaq kita sebagai muslim. Aamiin.

Wallahu a’lam bishshawab